Sampah merupakan suatu barang yang sudah banyak tersebar luas diIndonesia. Hampir disetiap rumah warga memili yang namanya sampah. Tidak dalam jumlah yang sedikit, akan tetapi dalam jumlah yang begitu besar. Jika dalam suatu keluarga memiliki jumlah sampah yang besar, bagaimana jika seluruh warga Indonesia memiliki jumlah sampah yang besar ?
Dalam hal ini para ilmuan dalam negeri sudah banyak menciptakan alat2 yang dapat mendaur ulang sampah. Mulai dari pengolahan sampah menjadi pupuk organik sampai pengolahan sampah menjadi alat yang siap pakai seperti tas, dan lain-lain. Meskipun zaman sekarang sudah banyak teknologi yang dapat mendaur ulang sampah akan tetapi kesadaran masyarakat masihlah prioritas utama untuk menjaga lingkungan dan terbebas dari sampah.
Ketika kita mendengar kata sampah, hal yang akan kita pikirkan pasti
akan berhubungan dengan sesuatu yang sudah tidak lagi digunakan karena
nilai gunanya sudah terminimalisir atau hilang sama sekali. Tapi,
pernahkah kita mendengar tentang sampah teknologi? Sampah teknologi
telah menjadi masalah terbaru di era perkembangan teknologi informasi
yang semakin pesat ini. Sampah teknologi ini saya bagi menjadi dua
bagian, yaitu : sampah virtual yang merupakan sampah yang berwujud tidak
nyata, dan sampah non-virtual yang merupakan sampah yang berwujud
nyata.
Sampah virtual biasanya kita identikkan dengan media atau file yang telah tak lagi digunakan ataupun bot virus lyang mengurangi free space
yang ada dalam disk atau bahkan bisa merusak disk. Sampah virtual juga
bisa berarti informasi yang ada di internet yang kandungannya bisa
bersifat bohong (penipuan), multi-tafsir, flooding atau spam. Jika sampah
virtual yang ada di internet tidak segera ditangani dengan baik, maka
penyebaran informasi palsu pada akhirnya bisa mencemari pemikiran
beberapa orang yang membacanya. Sampah virtual memang lebih mudah untuk
dikelola pembersihannya, karena wujudnya yang unreal. Sehingga dengan
demikian, tanpa perlu tenaga dan waktu yang banyak, kita bisa membuang
sampah unreal atau virtual ini dengan baik.
Sampah non-virtual biasanya kita identikkan dengan sampah yang
berwujud nyata. Sampah-sampah ini adalah hasil dari teknologi yang kita
gunakan sekarang. Sampah non-virtual ini bisa berupa komputer, televisi,
atau mobil yang dibuang.
Pembuangan sampah ini tentu saja akan menghabiskan banyak free space
yang ada di dunia nyata. Bahkan, untuk beberapa sampah yang memiliki
kandungan zat kimia berbahaya dalam bahan pembuatannya, jika dibuang
sembarangan tanpa pengelolaan yang baik tentu saja akan membahayakan
masyarakat yang ada di sekitar lahan pembuangan. Di Jepang, saya pernah
membaca bahwa kita bisa dengan mudahnya menemukan televisi yang
tergeletak di tepi jalan karena telah dibuang oleh seseorang.
Mobil-mobil yang ada di negara maju pun akan dibuang setelah penggunaan
selama 5 tahun. Karena jika penggunaan mobil lebih dari 5 tahun, maka
pajak penggunaan akan semakin tinggi.
Sampah teknologi memang ada yang susah ataupun mudah untuk dikelola
pembersihannya. Namun, semua itu tergantung pribadi yang menanganinya,
apakah pribadi ini peduli terhadap lingkungan atau penyebaran informasi
di dunia maya atau justru tak menghiraukannya. Kita sebagai generasi Z,
yaitu generasi yang lahir saat internet telah ditemukan dan
perkembangan TI makin pesat, harusnya bisa dengan bijaksana menggunakan
teknologi dan mengelola sampah teknologi dengan baik.